Sejarah Berdirinya Dusun Plosokuning

Masjid Pathok Negoro ”Sulthoni” berlokasi di Jl. Plosokuning Raya Nomor 99, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Masjid Pathok Negoro ini berdiri di atas lahan seluas 2.500 m2 dengan bangunan utama seluas 328 m2. Di antar Masjid Pathok Negoro lainnya Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini yang masih menjaga kelestarian bangunan kunonya sehingga dinobatkan menjadi cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning
Sejarah Masjid Pathok Negoro Plosokuning bermula dari riwayat Amangkurat IV sebagai Raja Mataram Islam yang memerintah pada tahun 1719-1727 M. Beliau memiliki tiga orang putra yakni, Raden Mas Ichsan, Pangeran Adipati Anom, serta Pangeran Mangkubumi. Pangeran Adipati Anom menjadi Raja dengan gelar Pakubuwono II dengan ibu kota Surakarta Hadiningrat (1727-1749 M). Sesudah terjadi perjanjian Giyanti pada tahun 1755 M, Pangeran Mangkubumi (saudara muda Pakubuwono II) diangkat menjadi Raja Ngayogyakarta dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I dengan ibu kota Ngayogyokarto Hadiningrat (1755-1792 M).

Raden Mas Ichsan (kakak kandung Sunan Pakubuwono II dan Sultan Hamengkubuwono I) menjadi ulama bergelar Kyai Nur Iman bertempat di Gegulu yakni sebuah desa di bagian Selatan Kulonprogo. Beliau kemudian hijrah untuk mengajar dan mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan Islam di desa Mlangi. Kyai Nur Iman mempunyai beberapa putra yaitu Raden Mursada dan Raden Nawawi. Raden Nawawi menjadi Abdi Dalem Pathok Negara I Mlangi. Sedangkan Raden Mursada yang berputra Raden Mustafa dengan pangkat Abdi Dalem Pathok Negara yang berkedudukan di desa Plosokuning dengan bergelar Kyai Hanafi I. Raden Mustafa adalah guru spiritual dari Sri Sultan Hamengkubuwono III. Kemudian pada masa pemerintahan Hamengkubuwono III dibangunlah Masjid Pathok Negoro Plosokuning sebagai rasa hormat kepada sang guru. Dan juga sebagai dasar hukum agama atau yang memberi nasehat spiritual bagi Sang Raja. Ada juga sumber yang mengatakan bahwa Raden Mustafa juga sebagai guru agama dari Pangeran Diponegoro putra dari Sultan Haengkubuwono III.

Nama Plosokuning sendiri di ambil dari nama sbuah pohon ploso yang mempunyai daun berwarna kuning yang terdapat di sebelah timur masjid. Dari pohon itu juga sekarang dijadikan nama Desa Plosokuning. Sebagai salah satu masjid pathok Negoro, di masjid Plosokluning juga ditempatkan abdi dalem kemasjidan. Abdi dalem yang menjalankan tugas di masjid Plosokuning adalah Raden Zamakhsari sebagai Khotib, Raden Muhammad Baghowi sebagai Muadzin, Raden Mulyoharjo sebaga Jajar Jama’ah, Raden Suprobo sebagai Jajar Ulu-ulu, dan Raden Yusuf sebagai Jajar Marbot.

Arsitektur Bangunan
Masjid Pathok Negoro Plosokuning di dirikan setelah Masjid Agung Yogyakarta. Sehingga arsitekturnya mirip dengan Masjid Agung Yogyakarta sebagai bagian dari Kraton Yogyakarta. Persamaan ini dipengaruhi dengan adanya kolam, bedug, mighrob, dan atap masjid. Masjid Pathok Negoro mempunyai ciri khas di bagian atap yang berbentuk tajuk tumpang dua. Makhota Masjid juga mempunyai kesamaan terbuat dari tanah liat. Ciri-ciri lain yang terdapat di Masjid ini adalah terdapatnya pohon sawo kecik yang berukuran raksasa yang terdapat di halaman masjid, kolam yang mengelilingi masjid, serta serambi masjid yang berbentuk joglo.

Pada bagian lantai masjid dahulu diplester biasa dengan menggunakan semen merah, kemudian pada tahun 1976 lantai masjid ini diganti dengan tegel biasa. Begitu juga dengan daun pintu dan temboknya dilakukan penggantian pada tahun 1984. Dulu tembok dinding masjid setebal 2 batu, namun karena terkikis terus menerus sekarang tinggal 1 batu. Dahulu pintu masjid hanya ada satu dan sangat rendah yang menyebabkan ruang masjid menjadi gelap. Pintu yang rendah ini dimaksudkan agar setiap orang yang masuk masjid hendaknya menunduk dan menunjukkan rasa tatakrama serta sopan santun terhadap masjid. Semua penambahan dan perbaikan bangunan pada masjid, terlebih dahulu dimintakan persetujuan dari Sinuhun Kanjeng yang berada di kraton, baik mengenai bentuk dan modelnya.

Di depan masjid terdapat dua kolam dengan kedalaman 3 meter. Setiap orang yang akan memasuki masjid harus bersuci terlebih dahulu di kolam itu. Makna lain dari 2 kolam ini adalah apabila kita menuntut ilmu haruslah sedalam-dalamnya.

Tahun 2000 Masjid Plosokuning mengalami renovasi pada 4 tiang utama dan beberapa elemen lainnya. Pada tahun 2001, masjid ini kembali mengalami renovasi pada bagian serambi dan tempat wudhu. Renovasi ini dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. Pada tahun tersebut masyarakat secara swadaya juga mengganti lantai tegel masjid dengan keramik, memasang konblok di halaman serta mendirikan menara pengeras suara.

Sumber:  http://www.pathoknegoro.com

Sistem Pemerintahan dan Politik Keraton Yogyakarta

Koridor di depan Gedhong Jene dan Gedhong Purworetno

Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta mulanya diselenggarakan dengan menggunakan susunan pemerintahan warisan dari Mataram. Pemerintahan dibedakan menjadi dua urusan besar yaitu Parentah Lebet (urusan dalam) yang juga disebut Parentah Ageng Karaton, dan Parentah Jawi (urusan luar) yang juga disebut Parentah Nagari. Sultan memegang seluruh kekuasaan pemerintahan negara. Dalam menjalankan kewajibannya sehari-hari Sultan dibantu lembaga Pepatih Dalem yang bersifat personal. Baca entri selengkapnya »

Ini Dia Al-Qur’an Terberat di Dunia

Al-Qur’an dikerjakan secara khusus oleh 9 orang ulama di Jawa dengan biaya Rp 500 juta.

VIVAnews – Al-Qur’an terberat di dunia ada di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Shiryyah Nurul Iman, yang terletak di Kampung Waru RT 01/01, Desa Waru Jaya, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pimpinan Ponpes Al-Shiryyah Nurul Iman, Habib Sagaf Bin Mahdi bin Syekh Abu Bakar bin Salim, mengatakan, pihaknya mengklaim Al-Qur’an ini terberat didunia, karena beratnya mencapai 1,2 ton, dengan ukuran ketebalan mencapai 3 milimeter, lebar 120 centimeter dan panjangnya 150 centimeter.

“Al-qur’an terberat di dunia ini terbuat bukan dari kertas. Melainkan, terbuat dari plat besi alumunium,” ungkapnya, kepada VIVAnews, Senin 23 Agustus 2010.
Baca entri selengkapnya »

SATU MASJID, DUA IMAM

Perbedaan pendapat boleh saja, tapi kerukunan adalah hal yang paling utama. Hal seperti ini tercerminkan di masjid agung Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Masjid ini didirikan bersamaan dengan kraton kasunanan Surakarta. Sejak awal berdirinya masjid ini, pada saat menjalankan shalat terawih pada bulan ramadhan jumlah rakaatnya sampai 23 rakaat. Namun, sekitar 1980-an, kebijakan memisahkan ruangan itu pun muncul atas dasar pemikiran KH Muthohar Al Hafidz yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Ta’fid Wattaqlimil Qur’an yang satu komplek dengan Masjid Agung. Sebab, setiap kali shalat tarawih pada hitungan 8 rakaat, sejumlah jamaah meninggalkan masjid dan melanjutkan dengan shalat witir di rumah. Baca entri selengkapnya »

Sekilas Tentang Pathok Nagara

Pada awal berdirinya Kraton Kasultanan Yogyakarta, dikenal adanya lembaga¬lembaga peradilan, misalnya pengadilan perdata, pengadilan surambi serta Bale Mangu. Pengadilan Surambi atau Hukum Dalem Surambi, merupakan pengadilan yang berhubungan dengan agama yang diketuai oleh seorang penghulu hakim. Baca entri selengkapnya »

Masjid Pathok Nagara

Masjid Pathok Nagara

Kesultanan Yogyakarta berdiri pada tahun 1755 M, tepatnya pada tanggal 13 Februari 1755 M atau bertepatan dengan Perjanjian Giyanti. Letak Kerajaan pun secara politis (pertahanan) sangat strategis, yaitu di antara Sungai Code (di sebelah timur) dan Winanga (di sebelah barat); secara lebih luas lagi di antara Sungai Opak di sebelah Timur dan Sungai Progo di sebelah Barat. Tugu menjadi batas utara dan Krapyak di sebelah Selatan, secara lebih luas lagi gunung Merapi di sebelah Utara dan laut atau Samudra di sebelah Selatannya. slam menjadi agama resmi Kerajaan. Hal ini bisa diketahui pada saat sumpah jabatan Mangkubumi. Dengan sebuah al-Quran di atas kepalanya ia bersumpah, bahwa Allah dan Nabi Muhammad saw. akan mengutuk dirinya dan keturunannya jika melanggar kesepakatan (Ricklefs, 2002: 115). Baca entri selengkapnya »

Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning

Sekilas tidak ada yang istimewa pada bangunan Masjid Jami’Plosokuning ini, bangunan berlantai satu itu memiliki kubah, menara, serambi, mimbar, hingga  kentongan dan bedug di dalamnya. Masjid Pathok Nagari Sulthoni Plosokuning berdiri di atas tanah Kasultanan Yogyakarta seluas 2.500 meter persegi. Pada saat didirikan, bangunan masjid hanya seluas 288 m2, tetapi setelah pengembangan bangunan masjid berkembang menjadi seluas 328 m2. Di antara kelima Masjid Pathok Nagari milik Keraton Yogyakarta, Masjid Pathok Nagari “Sulthoni” di Plosokuning adalah bangunan yang paling terjaga kelestariannya sehingga dinobatkan menjadi cagar budaya oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI. Baca entri selengkapnya »

Masjid Patok Negara Dongkelan

Masjid Pathok Negoro Dongkelan Kauman atau sering juga disebur Nurul Huda merupakan salah satu masjid Panceraning Bumi di bagian barat Keraton Yogya yang berfungsi sebagai benteng pertahanan untuk menangkal serangan musuh. Seperti halnya Masjid Pathok Negoro lain di Yogyakarta, Masjid Nurul Huda Dongkelan yang terletak di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, memang sederhana dan berfungsi sebagai tempat beribadah meskipun keberadaannya hingga kini telah berumur lebih kurang 230 tahun, masjid ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat sekitar. Baca entri selengkapnya »

Masjid Pathok Negara Ad-Darojat Babadan

Masjid Ad-Darojat Babadan adalah salah satu masjid patok negara yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1774 di atas tanah mutihan atau Sultan ground seluas 120 meter persegi.

Pada zaman penjajahan Jepang yakni pada tahun 1940, Masjid Ad-Darojat dan masyarakat Babadan dipindah ke Desa Badabadan Jl. Kaliurang, Kentungan, Sleman. Perpindahan ini dikarenakan saat itu daerah Babadan terkena pelebaran pangkalan pesawat terbang dan sebagai gudang senjata. Akibat perpindahan tersebut denyut kampung Babadan sebagai kampung santri sempat mengalami tidur panjang. Akibat perpindahan yang dilakukan oleh Jepang tersebut, masjid Patok Negara atau Negoro tersebut menjadi tak terurus. Baca entri selengkapnya »

Masjid Pathok Negara Mlangi

Masjid Mlangi berdiri di atas sebidang tanah Kasultanan seluas 1.000 meter persegi, yang terdiri atas bagian ruang utama 20 x 20 meter persegi, serambi masjid 12 x 20 meter persegi, ruang perpustakaan 7 x7 meter persegi, dan halaman seluas 500 meter persegi.

Memasuki gapura halaman masjid, terdapat beberapa tangga menurun. Dengan begitu dilihat dari tinggi tanah pada umumnya, lokasi masjid ini lebih rendah dibanding tanah sekitarnya. Sisi kiri dan halaman masjid terdapat tembok beteng mengelilingi masjid. Di halaman bagian utara Dusun Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman Yogyakarta INDONESIA Baca entri selengkapnya »

« Older entries